Kamis, 05 Mei 2011

puisi yang lahir kembali : musikalisasi puisi

Puisi adalah lagu. Dan lagu itu juga sebuah puisi. Itulah kesimpulan singkat yang saya ambil setelah saya mendengarkan sebuah CD musikalisasi puisi bertajuk *gadis kecil* karya Tatyana dan Reda (produksi Dua Ibu 2005). Musikalisasi puisi adalah suatu penciptaan (kembali) karya puisi yang dikemas dalam sebuah lagu, dimana bait-bait puisi menjadi syairnya. Musikalisasi sebuah puisi menjadikan sebuah puisi *lahir dua kali*. Kelahiran pertama adalah kelahiran bait-baitnya dari *rahim* sang pencipta puisi, dan kelahirannya yang kedua adalah dari *rahim* sang komposer, pencipta musik,penyanyi serta pemain instrumen musiknya.

Ini tidak mudah, karena pemberi nuansa musik dalam musikalisasi puisi (komposer) bukanlah si pencipta puisi itu sendiri, tetapi orang lain yang mencoba memahami bait-bait puisi untuk dimasukkan dalam kerangka melodi sebuah lagu. Tidak mudah juga, karena puisi itu sendiri pada awalnya sudah merupakan sebuah *irama* yang tak bernada yang diciptakan oleh penulisnya. Adalah tugas seorang komposer/pencipta lagu yang memakai sebuah puisi menjadi syairnya untuk membunyikan nada yang belum dimainkan dalam ruh sebuah puisi untuk kemudian diterjemahkan dalam komposisi nada dan dinamika. Tak jarang, musikalisasi puisi menjadi suatu *kelahiran yang gagal*. Kegagalan ini karena musik yang dibuat justru *mengubur* roh / jiwa puisi yang sudah ada terlebih dahulu. Makna dalam puisi menjadi tidak tampak, terkurubur dalam riuhnya musik karena kesalahpahaman interpretasi makna.

Dalam musikalisasi puisi, sebuah puisi dengan bait-bait kalimatnya memang menjadi *tuan* dalam sebuah lagu. Musik dengan segala dinamika, nada, tempo, harus takluk dalam makna sebuah puisi yang sudah terlahir terlahir / tercipta terlebih dahulu. Perlu kebesaran hati sebuah pencipta musikalisasi puisi untuk berdialog dengan pencipta puisi sehingga ia dapat membahasakan kembali makna sebuah puisi dalam hadirnya sebuah lagu yang akan ia ciptakan. Puisi puisi Sapardi, bagi saya cenderung tenang, romantis, sederhana dalam pemilihan kata, namun tetap bermakna dalam. Dalam ciri khas inilah seorang komposer musikalisasi puisi ditantang untuk menghadirkan kembali puisi-puisi Sapardi tanpa kehilangan ruh puisi Sapardi yang tenang, romantis, sederhana, namun dalam makna. Selintas saya terbayang bila ada karya musikalisasi puisi yang mengangkat bait-bait syair dari puisi mbeling Remy Sylado. Sekalipun saya belum pernah mendengarnya, tapi saya membayangkan sebuah karya musikalisasi puisi yang jenaka, nyeleneh, aneh, musik yang tak terduga, kontemporer namun tetap punya pola, membuat pendengarnya tertawa namun sekaligus mentertawakan dirinya sendiri.Bayangan saya sesuai dengan khas puisi mbeling Remy yang *mbeling* (aneh, tak sesuai aturan, berbeda, tak seperti pada umumnya). Demikian pula musik yang saya bayangkan adalah musik yang serupa dengan gaya bahasa puisinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar